IDENTITAS
Jurnal yang berjudul kepemimpinan dalam
berbasis sekolah di terbitkan oleh bapak MulyoPrabowo pada tahun 2011 dengan mengambil refrensi dari Agus Dharma. 2003. ManajemenBerbasisSekolah (www.ed. Manajemen Berbasis Sekolah.html).American Association ofSchool Administrators, National Association of
Elementary SchoolPrincipals, and NationalAssociation of Secondary School
Principals. 1988. School-BasedManagement:
A Strategyfor Better Learning. Arlington, Virginia.Cynthia D. McCauley,
Russ S. Moxley, Ellen VanVelsor. 1998. The
Centre For CreativeLeadership: Handbook of Leadership Development.San
Francisco: Jossey-Bass PublisherKotter, John. 1996. Leading Change. Boston,Massachusetts: Harvard Business
SchoolPress.
LATAR BELAKANG
Sejarah persekolahan di Indonesia sudah dimulai sejak jaman
penjajahan dengan segala permasalahannya. Sejak Indonesia merdeka, ekspektasi
negara, masyarakat, dan keluarga terhadap sekolah sedemikian besar, sehingga setiap pemerintahan di negara ini
selalu menjadikan isu pendidikan dan sekolah menjadi sentral untuk menunjukkan
kepada masyarakat bahwa negara sangat “concern” dalam rangka legitimasi
pemerintahannya.
Dengan disahkannya UU Sisdiknas tahun 2003, terjadi pergeseran
paradigma pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik. Pasal 51 UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20//2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep
pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era
desentralisasi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah diharapkan mampu menjawab
tantangan jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga terhadap
sekolah.
Untuk mewujudkan harapan terhadap sekolah dan persekolahan
tersebut, maka masih dibutuhkan beberapa faktor pendukung lainnya, antara lain
adalah faktor pemimpin atau kepemimpinan yang mampu mengarahkan sebuah visi
menjadi misi bersama. Pertanyaannya kemudian adalah pemimpin atau kepemimpinan
seperti apa yang mampu mengawal kebijakan manajemen berbasis sekolah tersebut
sampai ke tujuan yang diharapkan.
Pada era otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan
muncul kebijakan program dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Program ini merupakan
upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan
sekolah dalam mengelola institusinya.Munculnya
gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan
pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala
sekolah merasanirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan
terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin
pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang
menumpulkan kreativitas berinovasi.
Dengan kebijakan MBS tersebut, maka
institusi sekolah sebagai unit operasional secara langsung menangani segala hal
yang berkaitan mempunyai peran yang sangat besar. Seluruh komponen persekolahan
yakni kepala sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat harus berbenah
diri dan terlibat aktif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Namun
permasalahan yang muncul kemudian adalah siapakah yang harus berperan memimpin
dan bagaimanakah mengembangkan kepemimpinan untuk mewujudkan konsep ideal
kebijakan MBS tersebut. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu given pada
saat ini, sementara sebagian besar mind set para pemimpin di daerah maupun unit
sekolah kadang masih bersifat sentralistik.
METODE
Metode yang digunakan dalam pengembangan kepemimpinan (leadership
development) adalah perluasan kapasitas sesorang untuk menjadi efektif dalam
peran dan proses kepemimpinan. Peran dan proses kepemimpinan merupakan peran
dan proses yang memungkinkan kelompok orang dapat bekerja bersama dengan cara
yang produktif dan bermanfaat.
Banyak yang berpendapat
bahwa sebuah organisasi akan efektif, apabila dikelola dengan manajemen yang baik. Pendapat ini tidak salah
seluruhnya, akan tetapi sebenarnya faktor kepemimpinan-lah yang mampu menggerakkan
organisasi menjadi efektif, sementara para manajemen akan menjalankan tugasnya
agar lebih efisien. Selama
beberapa dekade, banyak orang yang menekankan manajemen karena lebih mudah
diajarkan dibanding dengan kepemimpinan.
Manajemen
adalah seperangkat proses yang dapat menjaga sistem yang kompleks, terdiri dari
orang dan teknologi dan berjalan secara perlahan. Aspek-aspek terpenting dalam
manajemen meliputi perencanaan, penganggaran, organizing, staffing, pengawasan,
dan pemecahan masalah. Kepemimpinan adalah seperangkat proses yang menciptakan
organisasi mampu mengadaptasipada lingkungan yang berubah secara signifikan.
Kepemimpinan mendefinisikan seperti apakah masa depan itu, membimbing orang
sesuai dengan visi tersebut, dan memberi inspirasi kepada mereka untuk membuat
hal itu terjadi meskipun banyak hambatan (John P. Kotter, 1996). Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan dalam bagan tentang
manajemen versus kepemimpinan sebagai berikut:
|
|
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
|
|
\
KONTRIBUSI
PENELITIAN
Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, maka seluruh institusi yang berkaitan dengan
UU tersebut otomatis harus melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang termaktub
di dalamnya. Sesuai dengan amanat UU tersebut, maka paradigma pendidikan
berubah dari yang bersifat sentralistik menuju ke arah desentralistik.
Perubahan paradigma ini mempunyai dampak yang luas di bidang
pendidikan dan persekolahan di Indonesia. Seluruh institusi pendidikan siap
atau tidak harus mulai merubah dan berubah sesuai dengan ketentuan
undang-undang. Berlandaskan ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 diluncurkan
kebijakan tentang persekolahan, yakni Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sebelum
desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah ada
yang melaksanakan proses Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak
masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal.
Sekarang ini beberapa propinsi di Indonesia mulai mencoba menerapkan MBS karena dukungan yang diberikan dari
Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Pelaksanaan MBS sekarang
terbukti dapat mengubah kebudayaan dan
sistem, sehingga sekolah berkembang efektif dan "sustainable".
Terjadi transformasi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sekolah, maka
dari itu jiwa kepemimpinan dalam memnjalankan Manajamen Berbasis Sekolah
sangatlah penting diterapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara teoritis, semua pihak memang harus terlibat aktif yakni kepala
sekolah, para guru, komite sekolah dan masyarakat yang peduli. Akan tetapi pada
prakteknya, peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah sangat menentukan;
kepemimpinan Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah paling menentukan
kebijakan sekolah seperti tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum.
Dengan melihat tanggung
jawab besar tersebut, maka pengembangan kepemimpinan dari Kepala Sekolah dan
Pemilihan Ketua Komite Sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala
Sekolah dan Ketua Komite Sekolah perlu diperhadapkan pada serangkaian pengalaman belajar seperti yang mampu
pengembangkan kepemimpinannya. Dalam buku “Handbook Leadership Development”
(1998) diungkapkan bahwa hanya elemen pengalaman yang mengandung penilaian,
tantangan, dukungan merupakan pengalaman yang akan mengembangkan kepemimpinan
seseorang.
Namun pada
prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya
merupakan aktor yang paling diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS
untuk mewujudkan visi menjadi misi yang feasible
bagi peningkatan pelayanan dan kualitas sekolah. Pihak-pihak lain seperti,
komite sekolah, para guru, orangtua, dewan pendidikan dan dinas pendidikan
diharapkan menyumbang pada pengembangan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal,
penilaian, tantangan, dan dukungan.
KESIMPULAN
Kegamangan menjalankan kebijakan ini menuntut kepemimpinan yang mampu
mengarahkan serta mewujudkan visi menjadi misi bersama yang feasible. Kepala
Sekolah diharapkan mampu berperan sebagai aktor yang memimpin demi tercapainya
tujuan yang diharapkan. Namun, keberhasilan dari Kebijakan Manajemen Berbasis
Sekolah ini dapat tercapai dengan baik apabila didukung partisipasi stake
holder, yakni pemerintah daerah tingkat II melalui Dinas Pendidikan, Kepala
Sekolah, Komite Sekolah, para guru, dan masyarakat yang terpanggil untuk
bersama-sama meningkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah setempat
KETERBATASAN PENELITIAN
Dalam jurnal penelitian penulis belum mengoptimalkan
bagaimana cara agar kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan,
penulis hanya mendefinisikan kepemimpinan itu untuk siapa, sedangkan kita semua
sepertinya wajib untuk menerapkan kepemimpinan tersebut, karena disetiap diri
kita masing masing pasti terdapat jiwa kepemimpinan untuk mengontrol attitude
dan sifat, maka jiwa kepimpinan tersebutlah yang harusnya kita kembangkan dalam
diri kita masing masing
KEKUATAN PENELITIAN
Dalam jurnal penelitian ini membawa kita akan pentingnya
kepemimpinan termasuk dalam bidang Manajemen Berbasis Sekolah, khususnya untuk
para kepala sekolah yang diharapkan bisa memajukan pendidikan di Indonesia
RISET SELANJUTNYA
Penelitian
selanjutnya mungkin lebih bisa mengoptimalkan dalam penerapan kepemimpinan
dalam Manajemen Berbasis Sekolah, dan bagaimana kita bukan hanya kepala sekolah
yang harus menjalankannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar